29 Desember 2010

PKL = Pedagang Kreatif Lapangan Keluar SKB Tiga Menteri

Untuk menertibkan Pegadang Kaki Lima (PKL) yang selama ini sering dikeluhkan masyarakat, pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Salah satu kebijakan dalam SKB 3 menteri adalah memberdayakan PKL dengan mengatur lokasi berjualan dan memberikan tanda pengenal khusus.

‘’PKL juga tidak lagi diistilahkan dengan Pedagang Kaki Lima tapi Pedagang Kreatif Lapangan. Jadi namanya bukan lagi pedagang kaki lima,’’ ungkap Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu pada wartawan, Senin (27/9) di kantor Menko perekonomian, Jakarta. Nantinya untuk menertibkan PKL hingga ke daerah-daerah, pemerintah akan memberikan PKL kartu pengenal dan membuka peluang kerjasama para PKL dengan pihak swasta dan pemerintah daerah (Pemda).

‘’Dalam nota kesepahaman 3 menteri, nanti PKL akan diberikan kartu anggota atau tanda pengenal dan ada lokasi. Sehingga memudahkan kementerian terkait mendata ketika memberikan bantuan,’’ kata Mari. Diharapkan dengan adanya tata kelola yang baik, kegiatan para PKL bisa ditertibkan dan wajah perkotaan semakin tertata dengan bersih. Karena kata Mari, PKL yang selama ini beraktifitas dipinggir jalan harus terus diberdayakan.

‘’PKL di pinggir jalan itu tidak mungkin kita gusur, tapi kita tertibkan dan akan terus kita berdayakan. PKL tidak perlu takut dengan program ini, karena ini biar berdagang bisa lebih rapi dan tertata baik,’’ kata Mari. Dengan penertiban demikian, pemerintah diharapkan juga bisa memonitor perkembangan PKL diseluruh wilayah di Indonesia. Proyek percontohan (pilot project) untuk PKL ini telah dilaksanakan di Padang. Sumatera Barat (Sumbar). Hasilnya PKL di daerah tersebut, sudah terdata dan proyek tersebut sukses menjalin kerjasama dengan swasta.

‘’Proyek itu nanti akan direplikasi di Cibubur, targetnya juga akan dilakukan di seluruh Indonesia. Nanti Pemda-Pemda juga kita minta untuk aktif mengatur kebijakan dari SKB ini,’’ tegasnya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendag Ardiansyah Parman mengatakan, penataan PKL akan memberikan keuntungan bagi PKL itu sendiri dan pihak swasta. Karena bisa menjalin kerjasama.’’Perlu diingat, PKL itu termasuk sektor informal, dan di Indonesia sektor tersebut sangat besar,’’katanya.

Pemerintah berharap kata Ardiansyah, Pemda juga tergugah untuk memberikan fasilitas kepada PKL. Bisa saja dengan menyediakan ruang berdagang yang representatif. ‘’Tadi sudah dihimbau, agar semua Gubernur atau Walikota daerah, bisa menyediakan fasilitas untuk itu,’’katanya.

SKB Tiga Menteri Kuatkan Pedagang Kreatif Lapangan

ISTILAH pedagang kaki lima diubah menjadi pedagang kreatif lapangan dan tetap disingkat PKL, demikian salah satu keputusan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang sinergi program pengembangan ekonomi dan penataan lingkungan perkotaan melalui penguatan usaha mikro.
Menteri Perdagangan Mari E Pangestu ketika menjelaskan SKB Tiga Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Perdagangan, dan Menteri Koperasi dan UKM di Kantor Menko Perekonomian di Jakarta, kemarin, bahwa sekarang bukan pedagang kaki lima, tetapi pedagang kreatif lapangan (PKL).

Tiga kementerian masing-masing Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Koperasi dan UKM sepakat untuk melakukan pengelolaan dan penataan pedagang kaki lima (PKL). Mendagri Gamawan Fauzi, Sekjen Kemendag Ardiansyah Parman, dan Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Neddy Ra-finaldi Halim, menandatangani nota kesepahaman yang berisi tentang Sinergitas Program Pengembangan Ekonomi dan Penataan Lingkungan Perkotaan melalui penguatan sektor UKM.

Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan di Area JT70 di Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Mari menjelaskan, tujuan nota kesepahaman tiga menteri itu untuk mengefektifkan program pemberdayaan PKL dengan mensinergikan program pemberdayaan usaha mikro yang dimiliki oleh masing-masing kementerian. Dari sisi perdagangan, Kemendag akan mengambil peran melakukan fasilitasi sarana usaha produktif, bimbingan teknis dan pelatihan kewirausahaan kepada usaha mikro dan PKL setelah mendapatkan usulan dari pemerinta daerah (pemda).

Pemerintah dan pemda dalam menumbuhkan iklim usaha bagi UMKM, menetapkan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan kelembagaan. Partisipasi dunia usaha danmasyarakat juga penting dalam menumbuhkan iklim usaha UMKM sehingga selalu dikembangkan pola kemitraan.Menurut dia, wujud nyata kemitraan UKM dengan usaha besar yang sudah dilaksanakan oleh Kemendag adalah kemitraan UKM dengan ritel modem.

Dalam hal memfasilitasi bantuan sarana dan prasarana, Kemendag bermitra dengan PT Sinar Sosro dalam pengembangan dan pemberdayaan usaha mikro dan PKL, sekaligus penataan lingkungan perkotaan melalui perbaikan dan penataan sarana dan prasama usaha PKL lebih layak bagi 59 PK! di Jakarta."Ini merupakan prototype kemitraan pemerintah dengan usaha besar yang diharapkan dapat diikuti pemda lain di se-luruh Indonesia dengan menggandeng perusahaan lain melalui program kepedulian," kata Mendag.

Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Neddy Rafinaldi Halim menambahkan, PKL sebagai oagian dari masyarakat pelaku usaha memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Jadi, harus dibina dan didorong agar meningkat kelasnya dan mampu memberikan peluang peningkatan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.Mewakili Menteri Koperasi dan UKM, Rafinaldi mengatakan, pengelolaan dan penataan PKL harus menjadi bagian yang diperhatikan tidak saja oleh pemerintah tapi juga pihak swasta

PEGADAIAN MATARAM GANDENG APKLI SALURKAN MODAL USAHA

PEGADAIAN MATARAM GANDENG APKLI SALURKAN MODAL USAHA
Pegadaian Cabang Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggandeng Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Mataram, untuk menyalurkan modal usaha kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah
"Kami bekerjasama dengan pihak APKLI untuk memberikan bantuan modal kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah, terutama yang memiliki usaha dagang kecil-kecilan agar mereka tidak terjerat hutang dengan bunga tinggi pada rentenir," kata Kepala Pegadaian Cabang Mataram, Henry Jarga Marpaung, di Mataram, Sabtu.
Masyarakat yang berprofesi sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) diberikan pinjaman untuk modal usaha dengan besaran bunga maksimal satu persen per bulan tanpa jaminan apapun karena APKLI bersedia menjadi lembaga penjamin.
"Pihak APKLI bersedia menjamin pinjaman yang diajukan anggotanya, sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati," ujarnya.
Marpaung mengatakan, jumlah pinjaman yang bisa diberikan kepada anggota APKLI maksimal Rp3 juta.
Sebelum pemberian pinjaman disetujui terlebih dahulu dilakukan survai kepada calon nasabah yang mengajukan pinjaman.
"Kami survai dulu calon nasabah yang mengajukan pinjaman, layak atau tidak diberikan pinjaman. Kalau layak, maka akan kami proses dengan cepat," katanya.
Skim pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang berprofesi sebagai PKL yaitu berupa "Krista" yaitu skim kedit usaha rumah tangga dengan maksimal jumlah pinjaman sebesar Rp3 juta.
Dia mengatakan, jumlah anggota APKLI yang sudah diberikan pinjaman modal usaha sebanyak lima kelompok, masing-masing kelompok berjumlah tujuh sampai 15 orang.
"Anggota APKLI yang tersebar di Kota Mataram ini mencapai ratusan orang, kami harapkan mereka bisa memanfaatkan kemudahan yang kami berikan sehingga mereka tidak mencari dana kepada pihak-pihak yang meminjamkan uang dengan bunga mencekik," ujarnya.
Selain memberikan pinjaman modal usaha kepada PKL, Pegadaian Cabang Mataram juga memberikan kemudahan kepada para pedagang asongan di pasar-pasar tradisional untuk memperoleh modal usaha dengan membuka Unit Pembantu Cabang di sejumlah pasar tradisional yang ada di Kota Mataram, NTB.
"Jumlah UPC di Kota Mataram terus ditingkatkan, sebagai upaya memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengakses bantuan modal usahanya," katanya.
MATARAM--MI: Para pedagang kaki lima di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, enggan menggunakan kompor berbahan bakar gas atau liquefied petroleum gas karena takut meledak.

Ketua Asosisasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram M Nur Rahmat di Mataram, Sabtu (3/7), mengakui sebagian besar anggotanya enggan beralih ke bahan bakar gas, meski harga minyak tanah cukup tinggi. "Mereka khawatir tabung gas elpiji atau LPG meledak seperti yang terjadi di sejumlah daerah," katanya.

Meledaknya tabung gas yang disiarkan di televisi membuat anggota APKLI merasa khawatir mengganti bahan bakar minyak tanah ke gas. Selain itu, pemerintah juga masih belum maksimal
menyosialisasikan kepada masyarakat tentang program konversi minyak tanah ke gas.

Menurut dia, sejauh ini peralihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke gas baru wacana di Kota Mataram. Pihaknya hanya memperoleh informasi dari media massa tentang program konversi minyak tanah ke gas. Itu pun masih terbatas di wilayah Pulau Jawa.

"Pengenalan dan pemahaman pedagang kaki lima mengenai penggunaan gas masih kurang sehingga belum banyak yang beralih ke gas. Itu juga yang menyebabkan kebutuhan minyak tanah di daerah ini masih tinggi," ujarnya.

Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mestinya bisa segera menyosialisasikannya. Banyak pedagang kaki lima yang masih menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama. "Padahal harga minyak tanah masih sering dipermainkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan besar," katanya.

Dari sekitar 2.500 anggota APKLI Kota Mataram, 75 persen masih tergantung pada minyak tanah. Karena itu, pihaknya siap memfasilitasi pemerintah untuk melancarkan program konversi ke gas. "Jika situasi langka dan mahalnya minyak tanah seperti ini, kami siap membantu pemerintah karena bagaimana pun konversi ini mau tidak mau harus dilakukan di saat situasi minyak tanah langka dan mahal," ujarnya. (Ant/OL-5)
Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram menginginkan para pedagang kaki lima (PKL) lebih berkembang dan mampu mendongkrak perekonomian Kota Mataram. Untuk itu Pemkot Mataram diharapkan lebih memberikan perhatian kepada PKL, seperti menentukan lokasi strategis yang dapat digunakan para PKL untuk berjualan.

Hal ini menjadi salah satu agenda pembahasan dalam Rakerda APKLI Kota Mataram yang berlangsung di Hotel Lombok Garden, Minggu (9/5) lalu. Hal itu diinginkan, ungkap Ketua APKLI NTB, Muhammad Irwan Prasetya saat ditanya Suara NTB, mengingat semakin banyaknya PKL yang berdatangan ke Kota Mataram untuk berjualan, namun tidak diimbangi dengan tata ruang kota yang baik yang bisa berdampak tidak baik.

“Dalam penentuan tata kota, kami tidak diundang. Jadi dengan Raker ini kami akan mencari tempat yang strategis bagi para teman-teman PKL berjualan. Setelah kami mendapatkan hasil Raker, hasil itu akan segera kami ajukan ke Pemerintah Kota Mataram. Agar ini dapat segera diberikan izin ataupun rekomendasi,” paparnya.

Mengingat juga Lombok sebagai salah satu daerah pariwisata yang banyak diminati pengunjung, sehingga para PKL tersebut akan berdatangan. “Seperti Senggigi, jika pemerintah tidak menyediakan tempat. Bisa jadi akan bermasalah di kemudian hari,” terangnya.

Sehingga dengan diadakannya Rakerda APKLI Kota Mataram kali ini, diharapkan dapat menentukan tempat yang strategis untuk para PKL yang akan berjualan baik itu di Kota Mataram maupun di daerah lainnya. Selain itu, Pemerintah Kota Mataram juga diharapkan untuk lebih berkonsentrasi pada program-program kerakyatan yang mengedepankan hajat hidup rakyat banyak, termasuk para PKL.

Saat ditanya terkait dengan ketentuan dari Pemerintah Kota Mataram terhadap para PKL yang ada, Irwan Prasetya menegaskan, Pemkot Mataram saat ini sudah sangat baik dalam memperlakukan PKL. Ini merupakan salah satu keberhasilan, dan oleh karena itu berdasar hasil Raker kali ini diharapkan akan dapat lebih meningkat lagi.

Ketua APKLI Kota Mataram Muhammad Nur Rahmat, SE mengatakan, bila keberadaan dari PKL ini dipoles dan ditata dengan konsisten, maka keberadaan dari PKL justru akan menambah keindahan sebuah lokasi wisata yang ada di tengah-tengah kota.

“Dalam penentuan tata kota, kami menilai beberapa tempat yang kemungkinan akan ramai dikunjungi PKL seperti daerah Selagalas, jalur Lingkar Selatan serta beberapa daerah lainnya. Jalur Lingkar sendiri untuk kedepannya saya perkirakan PKL akan ramai berjualan di sana, sehingga dari saat ini perlu dilakukan penataan yang baik,” kata Nur Rahmat saat ditanya hasil Rakerda APKLI, Senin kemarin.
Diadakannya Raker APKLI kota Mataram kali ini, menurut Nur Rahmat, selain menentukan tempat strategis bagi para PKL yang akan berjualan, juga akan melakukan penertiban bagi pungutan liar yang dikenakan bagi para PKL. ‘’Kami juga berniat untuk bersama-sama Satpol PP untuk menertibkan beberapa lahan yang disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu,’’ paparnya sembari menyebutkan pihaknya juga akan mengajukan perbaikan atas Perda, agar para PKL dapat diberikan lahan di ruko-ruko yang telah tutup pada sore hari.

Hal menarik dari hasil Raker APKLI, yakni diprogramkan pelatihan bahasa asing yaitu bahasa Inggris bagi PKL. Karena berdasarkan pengalaman, bahwa para tamu-tamu asing juga sering berbelanja di PKL yang ada
Dinas Tata Kota Minta Apkli Batasi Jumlah

Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan (Takowasbang) Kota Mataram, meminta Apkli (Asosiasi Pedagang Kaki Lima) Kota Mataram, membatasi jumlah anggotanya. Ini dimaksudkan agar keberadaan PKL di Mataram tertata rapi.

Kepala Dinas Takowasbang Kota Mataram, Ir. H. Supardi kepada Suara NTB di ruang kerjanya, menuturkan, pengaturan PKL sebenarnya tidak lepas dari Undang-undang jalan. ‘’Kalau UU jalan itu sendiri tidak memungkinkan adanya PKL,’’ cetusnya. Hal ini sudah dirapatkan bersama Apkli Kota Mataram. Sehingga saat ini, pihaknya masih mencari bentuk pengaturan yang baik.

Menurut Supardi, keberadaan PKL di Mataram merupakan primer. ‘’Bukan sekunder,’’ imbuhnya. Peranan pengusaha kecil di kota ini, demikian signifikan. Untuk itu, peran masyarakat sangat diharapkan. Lebih jauh dijelaskannya, UU jalan diterbitkan oleh Departemen PU. UU tersebut erat kaitannya dengan damija (daerah milik jalan).

‘’Damija ini sering disebut tapi tidak paham aplikasinya. Tahunya damija hanya pas aspalnya saja,’’ tutur Supardi. Padahal yang dimaksud damija, mulai dari pagar pekarangan rumah hingga pinggir jalan yang diaspal. Supardi berpendapat, persoalan PKL adalah persoalan kompleks.

‘’Boleh berjualan tapi diatur,’’ pungkasnya. Pengertian PKL itu sendiri, sambung Supardi, adalah pedagang yang lapak berjualannya bongkar pasang, tidak menginap. Dalam kesempatan itu, ia mengajak masyarakat sama-sama membuat satu solusi. Misalnya berjualan dengan mencontoh pola Udayana.

Masalahnya, di mana mencari lahan yang tepat. Ia berharap semua pihak mendukung. Saat ini, Dinas Tata Kota terus melakukan penataan sambil terus mencari solusi yang tepat. ‘’Apkli juga kita imbau untuk membatasi jumlah anggotanya. Kalau tidak, bisa habis jalan di Mataram ini,’’ ujarnya
Pengurus Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kota Mataram, melakukan pertemuan dengan Wali Kota Mataram HM. Ruslan diruang kerjanya selasa pagi. Dalam kesempatan itu, ungkap Ketua APKLI Kota Mataram M. Nur Rahmat, Wali Kota sangat mendukung langkah yang akan dilakukan APKLI, berupa penataan PKL khususnya yang ada di jalan Pejanggik. Dengan menyeragamkan warna lapak seluruh PKL.
” Tidak hanya ditata dan diseragamkan, tetapi kawasan tersebut nantinya akan dijadikan sebagai central wisata kuliner. APKLI ingin mengubah imets sebagian masyarakat, yang menilai bahwa kawasan yang dijadikan tempat usaha PKL terkesan kumuh dan semrawut. ” kata M. Nur Rahmat, kepada wartawan, Selasa (19/5).

Rahmat mengungkapkan, untuk menata dan menyeragamkan lapak PKL kawasan Pejanggik, pihaknya juga bekerja sama dengan salah satu produsen minuman ringan. Keinginan dari APKLI, kedepan PKL yang berjualan dikawasan Pejanggik akan dikhususkan untuk jual makanan khas daerah ini, seperti ayam taliwang. Sedangkan, bagi masyarakat atau para wisatawan yang hobi makan soto, rencananya jalan AA. Gde Ngurah dipersiapkan untuk PKL khusus jual soto. Dengan demikian, masyarakat sudah ada gambaran kawasan mana yang akan didatangi untuk menikmati makanan bersama keluarga atau sahabat.

Menurut Rahmat, Wali Kota Mataram juga mengharapkan agar APKLI dapat meningkatkan peran dalam membina PKL yang ada di Kota Mataram. Mengingat, PKL adalah penyumbang pertumbuhan ekonomi Kota Mataram terbesar. Sehingga, Kota Mataram bisa disejajarkan dengan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang.