28 November 2011

Rekomendasi Menkop: Pecat bankir peminta agunan


Rekomendasi Menkop: Pecat bankir peminta agunan

Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan akan mengeluarkan rekomendasi pemecatan terhadap pejabat perbankan yang masih meminta agunan tambahan terhadap pelaku usaha mikro yang mengakses dana program kredit usaha rakyat.

”Saya akan memberi rekomendasi kepada gubernur provinsi terkait apabila masih ada pejabat perbankan mewajibkan calon debitor mikro menyediakan agunan tambahan,” tegas Sjarifuddin Hasan sesuai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APKLI di TMII, Jakarta Timur, Minggu, 27 November 2011.

Menurut dia, kendala pembiayan yang menghambat pemberdayaan pelaku usaha mikro, termasuk anggota Asosisasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) harus dielminir. Salah satu metodanya memberi sanksi guna mempertegas komitmen pemberdayaan sektor mikro. (Sumber

Dia mengemukakan bahwa pedagang kaki lima (PKL) adalah pahlawan besar ekonomi Indonesia. Oleh karena itu kelompok tersebut harus mendapat perlakuan yang sama dari sisi permodalan dan pembiayaan dengan masyarakat Indonesia secara umum.

Berbicara tentang keberhasilan ekonomi rakyat, katanya, parameternya sangat sederhana, yakni peningkatan omzet tahunan mereka. Eksistensi PKL yang jumlahnya mencapai 25 juta orang, harus diperhatikan permodalan usahanya.

Pemerintah melalui program kredit usaha rakyat (KUR) mengalokasikan pengucuran sebesar Rp20 triliun per tahun hingga 2014. Jika perbankan berpihak kepada pemberdayaan ekonomi nasional, maka harus melayani kebutuhan PKL.

“Fakta bahwa KUR belum sepenuhnya menyentuh PKL, menjadi catatan bagi kami. Itu sebabnya kami memberi jaminnan bahwa perbankan penyalur tidak akan meminta agunan tambahan yang memang tidak dimiliki PKL.”

KUR Mikro yang dimaksud Sjarifuddin Hasan adalah kredit maksimal Rp20 juta. Karena itu Menteri Koperasi dan UKM meminta maaf apabila dalam impelemntasi penyaluran KUR, belum bisa melayani semua calon debitor dengan baik.

Meski demikian, anggota APKLI diminta bisa memahami jika masih terjadi kendala ketika mereka mengakses pembiayaan ke perbankan. Sebab, faktor utama penyebab berbagai kendala, dampak dari besarnya jumlah penduduk Indonesia, 237 juta orang.

”Kalau seluruh program pemberdayaan pemerintahan satu negara berjalan mulus, itu mungkin karena negeri itu kecil jumlah penduduknya. Apapun itu, kita harus bisa memberi yang terbaik bagi PKL, karena mereka adalah pahlawan perekonomian nasional,” tegas Sjarifuddin Hasan.

PKL, katanya, adalah bumper dari perekonomian nasional. Jika aktivitas 25 juta PKL berkurang, ditambah sekitar 8 juta tenaga kerjanya, tuntutan kepada pemerintah makin berat. (Sumber Berita Bisnis Indonesia)

26 November 2011

RAKERNAS I APKLI, TMII-JAKARTA


Rapat Kerja I APKLI dan Pencanangan Primer Nasional Koperasi Bintang Lima Indonesia " PKL Berdaya, Ekonomi Indonesia Tangguh dan Mandiri

APKLI KOTA MATARAM BENTUK KOPERASI


Para pedagang kaki lima di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membentuk wadah koperasi sebagai salah satu cara agar bisa mengakses kredit usaha rakyat. "Pedagang Kaki Lima (PKL) selama ini sulit mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bank dengan alasan bermacam-macam, termasuk kelembagaan. Mungkin dengan adanya koperasi, perbankan bisa membantu permodalan PKL, kata Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram, M. Nur Rahmat, di Mataram, Rabu. Ia mengatakan, pihaknya saat ini sedang menunggu keluarnya Badan Hukum (BH) dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Mataram, agar bisa beroperasi melayani para anggota secara sah dan resmi. Pembentukan koperasi diharapkan bisa menjadi salah satu cara agar para PKL yang selama ini belum tersentuh bantuan permodalan dari pemerintah, bisa mengakses kredit untuk pengembangan usaha melalui perbankan yang selama ini dinilai relatif sulit. Rahmat menilai, perbankan semestinya tidak perlu merasa takut dan ragu memberikan kredit kepada para PKL, sebab orang-orang menjadi PKL ini adalah orang-orang yang jujur. Bahkan, mereka sudah memiliki usaha yang layak. "Bagaimana bisa menyalurkan KUR 100 persen sementara pihak perbankan mempersulit para PKL dalam mengajukan permohonan kredit tersebut. Bukan hanya KUR saja," ujarnya. Jika koperasi ini sudah beroperasi, kata Rahmat, pihaknya tidak akan memberikan pinjaman uang kepada anggota, melainkan dalam bentuk barang. Artinya, para anggota tinggal memesan barang apa yang dibutuhkan, kemudian nanti koperasi yang akan mendistribusikan barang pesanan tersebut. Harga barang di koperasi akan disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat itu. Untuk modal awal, lanjut Rahmat, koperasi ini memiliki modal sebesar Rp15 juta. Meskipun nilainya relatif kecil, pihaknya optimis koperasi yang baru dibangun ini bisa berkembang pesat mengingat jumlah anggota APKLI Kota Mataram, sekitar 1.000 orang. "Yang jelas, kami membentuk koperasi ini adalah sebagai jawaban atas sulitnya para PKL dalam mengakses KUR di perbankan," ujar Rahma

28 Oktober 2011

PKL Sumbang 50 Persen Pengusaha di Indonesia

(APKLI KOTA MATARAM) Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha di Kementerian Koperasi dan UKM RI, Neddy Rafinaldy Halim mengatakan, saat ini jumlah pengusaha mikro yang ada dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia mencapai 53,1 juta orang. Berdasarkan data Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) menyebutkan, jumlah PKL yang ada di Indonesia sebanyak 22,9 juta orang. Ini artinya, hampir 50 persen pengusaha mikro di negeri ini merupakan pengusaha yang bergerak di sektor PKL.


" Rata-rata aset yang dimiliki PKL sekitar Rp 50 juta dan omzet penjualan sebesar Rp 100 juta hingga Rp 1 milyar per tahun. Sehingga, keberadaan PKL sangat membantu dalam menopang roda perekonomian dan pembangunan. Ia pun sepakat, dengan kebijakan yang diterapkan Pemkot Mataram, yang tidak menggusur lapak PKL. Namun, PKL harus ditata agar terhindar dari kesan buruk yang muncul belakangan ini yakni tak tertib, kumuh dan mengganggu marka jalan," kata Neddy, pada peresmian lapak PKL di jalan Peresean, Mataram Selasa (11/10)

Menurut Neddy, PKL seharusnya berbangga diri karena mendapat perhatian khusus dari tiga Kementerian. Bahkan, di Kementerian Dalam Negeri sedang menyiapkan satu peraturan yang mewajibkan Pemda menyiapkan satu kawasan khusus PKL. Nantinya, peraturan menteri ini ditindak lanjuti dengan peraturan daerah.

Sebelumnya, Wali Kota Mataram H. Ahyar Abduh dalam sambutannya mengatakan, terdapat 32 titik PKL yang ada di Kota Mataram. Namun dari 32 titik tersebut, baru satu titik yakni di jalan Peresean yang mendapat perhatian khusus, dengan dilakukan penataan lapak dagangnya. Ahyar pun berharap, ada lagi peran BUMN atau swasta yang melakukan penataan lapak PKL seperti di jalan Peresean ini.

Ketua Partai Golkar kota ini menegaskan, selama ini Pemkot Mataram tidak pernah melakukan penggusuran pada PKL. Yang dilakukan adalah, penataan agar terlihat indah dan nyaman. Ahyar juga mengingatkan PKL yang menempati lapak baru di jalan Peresean, agar tetap menjaga dan memelihara lapak dagangan yang telah diberikan pemerintah
44 Unit Lapak PKL di Resmikan Bersama

(APKLI KOTA MATARAM). Secara bersama-sama Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi UKM Drs. Neddy Rafinaldy Halim,MS, Direktur Dagang Kecil dan Menengah dan Produk Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Drs.Suharto,MM, Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Keuangan Kementerian Dalam Negeri Drs.Musyrif Suawardi,HN,MM, Assiten II Setda Provinsi NTB HM.Nur Asikin Amin dan Walikota Mataram H.Ahyar Abduh memukul bedug di rangkai dengan Penandatangnan Prasasti dan pemotongan pita sebagai tanda diresmikannya Penataan Lokasi 44 unit PKL (Pedagang Kreatif Lapangan) di Jalan Presean Mataram depan RSU provinsi NTB. Selasa (11\10)

Walikota Mataram H.Ahyar Abduh dalam sambutannya mengatakan penataan lokasi PKL ini akan menjadi contoh bagi penataan lokasi PKL di tempat lain di kota mataram, saat ini masih tersisa 31 titik lokasi yang belum tertata secara maksimal.

“Image PKL terkesan buruk,kumuh dan kotor serta banyak masalah akan mampu kita hilangkan jika bersama-sama mau membangun dan menata PKL, bahkan menjadi wirausaha hingga menjadi pengusaha yang memiliki omzet tinggi”. Ujarnya.

Lanjut Ahyar Abduh, Pemerintah Kota Mataram telah berkomitmen tidak akan menggusur PKL, melainkan melakukan penataan dengan memberikan solusi lahan terlebih dahulu. walaupun Bandara Selaparang telah pindah namun Kota Mataram tetap menarik menjadi tempat untuk berinvestasi.

Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi UKM Drs. Neddy Rafinaldy Halim,MS yang mewakili Menteri Koperasi menyambut gembira rangkaian sinergi kebersamaan dalam memberdayakan PKL, tidak hanya di Mataram tapi juga di seluruh indonesia.

Mengacu data APKLI, Neddy Rafinaldy Halim menegaskan jumlah PKL 22.9 juta tersebar di seluruh indonesia, sementara data BPS dari kementerian ada 53.8 juta pelaku usaha mikro kecil menengah seluruh indonesia, terdiri dari 53.1 usaha berskala mikro yang memiliki aset sampai 50 juta dengan omzet maksimal 300 juta selama 1 tahun.

“ Kalau ada pernyataan 22,6 juta adalah PKL (Pedagang Kreatif Lapangan) maka sesungguhnya pengusaha-pengusaha kecil di indonesia itu, 50% adalah di sumbang oleh PKL”. Kata Neddy

Neddy sepakat dengan pernyataan Walikota Mataram, agar tidak menggusur PKl namun di berdayakan dan di tata, ini juga sesuai dengan rencana menteri dalam negeri akan membuat permendagri yang meminta pemerintah daerah menetapkan lokasi-lokasi atau kawasan khusus di daerah di peruntukkan untuk PKL

Peresmian 44 unit lapak PKL di jalan Peresian ini di rangkai dengan penyerahan bantuan sebesar 50 juta kepada Koperasi Wanita Anjani Kota Mataram dari Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi UKM Drs. Neddy Rafinaldy Halim,MS dan penyerahan Gerobak secara simbolis oleh Asisten II Setda NTB HM.Nur Asikin Amin Kepada Walikota Mataram sebanyak 50 unit Gerobak. Sementara hadir dalam acara ini adalah 30 orang dari 3 rombongan Kementerian, Wakil Walikota Mataram H.Mohan Roliskana, Kadiskop UMKM NTB Ir.H.Moh.Rusdi,MM,Ketua DPRD Kota Mataram, seluruh SKPD ,Camat,Lurah Se Kota Mataram. (Abdi)

27 Oktober 2011

Wakil Wali Kota Janji Tak akan Gusur PKL

Mataram (APKLI KOTA MATARAM) -
Wakil Wali Kota Mataram H. Mohan Roliskana berjanji, Pemkot Mataram tidak akan pernah melakukan penggusuran terhadap PKL di kota ini. Sebaliknya, mereka akan ditata sedemikian rupa sehingga tidak mengganggukeindahan kota. Hal itu disampaikan Mohan di saat menutup Diklat Manajemen Bisnis Kuliner bagi PKL di Kota Mataram di Hotel Lombok Raya, Sabtu (8/10).

Pada bagian lain, Mohan meminta kepada 50 Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sudah mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) Manajemen Bisnis Kuliner mampu menjadi PKL yang lebih professional. Baik dalam memberikan pelayanan maupun pengemasan sebagai bentuk implementasi dari Diklat yang telah diikuti selama empat hari.

Menjadi PKL professional, kata Mohan, sangat penting di tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner saat ini. Tentunya persaingan yang sehat. Hal itu tentu dipengaruhi oleh faktor kondisi Kota Mataram yang cukup kondusif sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap pengunjung yang datang. “Diklat inilah menjadi salah satu upaya mempersiapkan diri menciptakan persaingan sehat,” ujarnya.

Terkait dengan itu, Wakil Wali Kota sangat berterimaksih dan berharap ke depan Pemerintah pusat dapat memberikan dukungannya dalam bentuk lain sebagai tindak lanjut dari Diklat tersebut. Misalnya dalam bidang fisik yang dibarengi dengan pemberdayaan sumber daya manusi (SDM) serta kemasan. “Kendati PKL di Kota Mataram semakin marak, namun Pemkot Mataram menyatakan tidak akan pernah melakukan penggusuran PKL, sebaliknya dilakukan penataan-penataan agar tidak mengganggu kenyamaan serta keindahan di Kota Mataram,” tambahnya.

Kepala Pusat Diklat Kementerian Perdagangan Ir. Rahayubudi berjanji akan datang kembali ke Kota Mataram untuk melakukan pembinaan lebih lanjut. Namun, sebelum menentukan program yang akan diberikan terhadap para PKL, pihaknya terlebih dahulu akan melakukan evaluasi terhadap apa yang menjadi kebutuhan pembinaan mendesak PKL. “Pembinaan lanjutan bagi PKL di Kota Mataram tampaknya akan lebih mudah, karena mendapat dukungan penuh dari Kepala Daerah serta SKPD terkait,” ujarnya.

Kegiatan penutupan Diklat ditandai dengan pelepasan tanda peserta oleh Wakil Walikota serta pemberian sertifikat bagi 50 peserta secara simbolis. Sekedar mengingatkan 50 PKL tersebut merupakan PKL di Jalan Veteran, Jalan Peresean dan Jalan Gebyar yang saat ini lapak mereka sedang ditata dan direncanakan akan diresmikan pada Selasa (11/10) besok

Kota Mataram Sebagai Pilot Project Penataan PKL

Pedagang Kaki Lima (PKL) atau yang disebut juga Pedagang Kreatif Lapangan, di Kota Mataram telah menjadi sorotan dan perhatian serius terutama dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) sebagai payung Lembaga yang menaungi keberadaan PKL.


Dengan berbgai persoalan yang dialami pedagang kreatif lapangan ini, APKLI telah banyak melakukan terobosan-terobosan untuk mengelola keberadaan PKL di Kota Mataram. Saat ini APKLI sedang melakukan pembenahan untuk menata dan mengembangkan peran PKL dalam percepatan perekonomian perkotaan.

Karena selama ini PKL diketahui telah mampu mengatasi krisis ekonomi dan keuangan, serta mampu memberikan kontribusi terciptanya lapangan pekerjaan. Sehingga oleh Pemerintah Pusat baru-baru ini telah ditandatnganinya nota kesepahaman antara Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri dan Mentri Koperasi dan UKM, dalam memberikan solusi yang terbaik bagi PKL untuk bisa lebih kreatif dalam usahanya.

Dengan program penataan yang baik dan memberikan tempat yang layak, diharapkan mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan menguntungkan bagi semua pihak, baik pemerintah dan PKL khususnya, sehingga mampu meningkatkan usaha mandiri dan dapat mengisi entrepreneur pengusaha mandiri di indonesia yang jumlahnya hanya 0,24 persen.

Melalui APKLI Kota Mataram dengan upaya dan program yang telah dan akan berjalan, salah satunya yaitu dengan terpilihnya Kota Mataram dari empat kota yang terpilih untuk mewakili kota se Indonesia sebagai ‘Pilot Project’ program penataan Pedagang Kreatif Lapangan oleh pemerintah pusat dengan adanya penandatangan kesepahaman tiga menteri tersebut, bekerjasama dengan perusahaan swasta yaitu Sosro Indonesia, akan membangun dan melakukan penataan renovasi terhadap lapak PKL yang ada di 32 titik di Kota Mataram.

“APKLI Kota Mataram telah melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kota Mataram melalui program pemerintah pusat yang bekerjasama dengan Perusahaan Sosro, untuk dijadikan Kota Mataram sebagai Pilot Project, yang peresmiannya oleh tiga menteri yaitu Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koperasi dan UKM, dalam waktu dekat ini” ungkap M Nur Rahmat, Ketua APKLI Kota Mataram, pada acara rapat formal sosialisasi serapan dana KUR dari Bank yang dihadiri Direktur M2BC Kota Mataram, perwakilan dari Dinas Koperasi Kota Mataram dan dari 15 Koperasi se Kota Mataram, bertempat di Balatkop Dinas Koperasi dan UKM Provinsi NTB (21/6/2011).

Dalam acara itu, Direktur Mataram Micro Business Centre (M2BC), M. Irwan Prasetya menjelaskan, dengan telah dilakukannya lobi terhadap beberapa beberapa Bank BUMN yaitu Bank BTN, BRI, Mandiri, BNI, untuk tingkat serapan penyaluran dana KUR pada bank BUMN tersebut di Mataram, guna menindaklanjuti programnya, salah satunya untuk pembangunan renovasi dan penataan lapak PKL di Kota Mataram, yang akan disalurkan melalui 15 koperasi terpilih yang ada di Kota Mataram.

Dan dalam waktu dekat kerjasama antara M2BC, 15 Koperasi terpilih dan Dinas Koperasi dan UKM akan menandatangani MoU kerjasama, untuk menjalankan program penyaluran dana BUMN tersebut kepada Pedagang Kreatif Lapangan yang ada di Kota Mataram melalui 15 Koperasi terpilih.

Dalam kesempatan itu juga, pihak Dinas Koperasi dan UKM Kota Mataram menyatakan dukungannya atas program itu, sebagai mediasi untuk lebih memudahkan dalam realisasi dana BUMN tersebut.

Hal ini juga merupakan program Pemerintah Kota Mataram untuk menciptakan wirausaha baru melalui program-program yang akan dijalankan oleh M2BC sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Kota. Dan ini oleh Ketua APKLI Kota Mataram menjadi solusi penanganan terhadap masalah PKL selama ini

2 Agustus 2011

PEDAGANG KAKI LIMA DI MATARAM BENTUK KOPERASI
Rabu, 11 Mei 2011
Oleh: Jhoni Herdianto

Foto : bd/dtc

(Berita Daerah-Bali), Para pedagang kaki lima di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membentuk wadah koperasi sebagai salah satu cara agar bisa mengakses kredit usaha rakyat.

"Pedagang Kaki Lima (PKL) selama ini sulit mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bank dengan alasan bermacam-macam, termasuk kelembagaan. Mungkin dengan adanya koperasi, perbankan bisa membantu permodalan PKL, kata Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram, M. Nur Rahmat, di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan, pihaknya saat ini sedang menunggu keluarnya Badan Hukum (BH) dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Mataram, agar bisa beroperasi melayani para anggota secara sah dan resmi.

Pembentukan koperasi diharapkan bisa menjadi salah satu cara agar para PKL yang selama ini belum tersentuh bantuan permodalan dari pemerintah, bisa mengakses kredit untuk pengembangan usaha melalui perbankan yang selama ini dinilai relatif sulit.

Rahmat menilai, perbankan semestinya tidak perlu merasa takut dan ragu memberikan kredit kepada para PKL, sebab orang-orang menjadi PKL ini adalah orang-orang yang jujur. Bahkan, mereka sudah memiliki usaha yang layak.

"Bagaimana bisa menyalurkan KUR 100 persen sementara pihak perbankan mempersulit para PKL dalam mengajukan permohonan kredit tersebut. Bukan hanya KUR saja," ujarnya.

Jika koperasi ini sudah beroperasi, kata Rahmat, pihaknya tidak akan memberikan pinjaman uang kepada anggota, melainkan dalam bentuk barang. Artinya, para anggota tinggal memesan barang apa yang dibutuhkan, kemudian nanti koperasi yang akan mendistribusikan barang pesanan tersebut.

Harga barang di koperasi akan disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat itu.

Untuk modal awal, lanjut Rahmat, koperasi ini memiliki modal sebesar Rp15 juta. Meskipun nilainya relatif kecil, pihaknya optimis koperasi yang baru dibangun ini bisa berkembang pesat mengingat jumlah anggota APKLI Kota Mataram, sekitar 1.000 orang.

"Yang jelas, kami membentuk koperasi ini adalah sebagai jawaban atas sulitnya para PKL dalam mengakses KUR di perbankan," ujar Rahmat.

APKLI Minta Kepada Pemerintah Lebih Memperhatikan PKL
[M. Nur Rahmat, SE, Ketua APKLI Kota Mataram]

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Mataram saat ini butuh perhatian yang serius dari Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram maupun Pemprov NTB. Ini disampaikan Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Mataram, M Nur Rahmat SE, saat ditemui MataramNews di kediamannya, Sabtu (4/6).

Persoalan pedagang kaki lima di Kota Mataram, kerap menjadi bulan-bulanan Peraturan Daerah (Perda), contohnya, penggusuran yang dilakukan oleh Sat Pol PP Provinsi NTB beberpa waktu lalu, di bilangan jalan sriwijaya. Dimana alasan penggusuran itu, karena adanya Perda, terkait program Visit Lombok Sumbawa 2012.

Dengan Perdanya, pihak Pemprov NTB memerintahkan kepada Sat Pol PP untuk menggusur paksa lapak pedagang kaki lima di tempat itu.”Aturan yang dibuat boleh saja, tapi aturan itu sendiri kan tidak harus kaku, apalagi yang mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencaharian, karena tidak bisa berdagang lagi di tempat itu. Jika memang begitu, seharusnya pemerintah memberikan solusi dengan disediakan tempat yang lain,”kata Rahmat, dengan antusiasnya.

Sementara, jumlah anggota APKLI di Kota Mataram mencapai seribu lebih, dan sampai saat ini yang sudah melakukan registrasi ulang sebanyak 600 orang.”Anggota APKLI Kota Mataram yang telah daftar ulang sebanyak 600 orang,” jelas Ketua APKLI Kota Mataram.

Menurutnya, jika pemerintah lebih memikirkan kepentingan masyarakat, khususnya PKL di Kota Mataram akan mampu menghasilkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan asumsi, jika jumlah pedagang kaki lima yang ada di Kota Mataram berjumlah 600 orang, dikenakan biaya retribusi sebesar Rp1000 per hari, maka akan diperoleh sebesar Rp 600 ribu per hari, dan jika satu bulan bahkan satu tahun PAD yang akan diperoleh sebesar Rp 216 juta per tahunnya. Dan pedagang kaki lima melalui APKLI, akan berkenan jika di pungut biaya distribusi oleh pemerintah, asalkan diberikan tempat berjualan yang layak dan telah ditetapkan.

“Dalam upaya memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan APKLI, Ketua Apkli Kota Mataram rencananya akan mengadakan kerjasama. Salah satunya yaitu, akan dilakukan pertemuan antara APKLI, Pemerintah Kota dan perusahaan besar swasta yang ada di Kota Mataram, dalam rangka program bantuan kepada para pedagang kaki lima dibawah asuhan APKLI,” ungkap Rahmat, dengan penuh optimis. (Imam)

15 Maret 2011

APKLI KOTA MATARAM mengucapkan Selamat Atas diselenggarakannya MUNAS KE IV APKLI di Semarang Semoga APKLI dapat menjadi Mitra Strategis Pemerintah dalam memberdayakan PKL dalam kontribusinya pada Pertumbuhana Ekonomi baik Nasional maupun Daerah

9 Januari 2011

PKL RIWAYATMU KINI

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.[1]

Persoalan PKL yang bermuara pada kemiskinan dan kesempatan kerja tidak terlepas dari konteks globalisasi, krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kesenjangan pembangunan kota-desa di Indonesia. Dalam konteks globalisasi terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat negara maju dengan negara berkembang. Masyarakat negara maju (1/3 dari jumlah penduduk dunia) menguasai 80% sumber daya dibanding dengan masyarakat negara berkembang (2/3 dari jumlah penduduk dunia), akibat kesenjangan yang tinggi pembangunan yang diformulasikan dulu dinyatakan gagal karena pembangunan justru semakin meningkatkan penduduk miskin, pengangguran, ketidakadilan jender, penyakit menular, angka putus sekolah dan pencemaran lingkungan.

Menghadapi permasalahan global tersebut negara-negara berkembang dan negara-negara maju sepakat untuk merumuskan 8 tujuan pembangunan milenium atau yang dikenal dengan nama MDG (Milenium Development Goals). Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berikrar bahwa pada tahun 2015 akan:

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari satu dollar perhari.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang kelaparan.

2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua.

· Menjamin agar semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.

3. Mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan.

· Menghapus ketidaksetaraan jender dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan di semua tingkat pendidikan pada tahun 2015.

4. Mengurangi tingkat kematian Anak.

· Mengurangi dua pertiga dari angka tingkat kematian anak di bawah usia lima tahun.

5. Meningkatkan kesehatan Ibu.

· Mengurangi tiga perempat dari angka tingkat kematian ibu.

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain.

· Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran HIV/AIDS.

· Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran malaria serta penyakit menular utama lainnya.

7. Menjamin kelestarian lingkungan.

· Mengitegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program-program di tingkat nasional serta mengurangi perusakan sumber daya alam.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum.

· Berhasil meningkatkan kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh pada tahun 2020.

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Namun setelah berjalan selama 7 tahun target MDG 2015 jauh dari harapan, Negara berkembang seperti Indonesia semakin sulit keluar dari kemelut kemiskinan, pengangguran bertambah besar, investasi yang diharapkan tak kunjung datang dan pencemaran lingkungan semakin meningkat.

Kebijakan perbankan domestic pun tidak mendukung iklim usaha sehingga uang menumpuk Rp 281 Triliun di Bank Indonesia. BI mencetak uang untuk membayar bunga uang deposito, keuntungan saham, dan berbagai macam portofolio lain. Sektor moneter mobilitasnya tinggi namun sector real berjalan di tempat. Fundamental ekonomi Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Sektor riil yang tidak didukung dengan kebijakan perbankan, kepastian hukum dan iklim yang kondusif untuk berusaha menyebabkan tutupnya berbagai macam usaha di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya didukung oleh konsumsi minus investasi. Konsumsi rakyat saat ini sebagian besar dicukupi oleh impor barang.

Karena perkembangan sektor moneter dan lalu lintas impor hanya berada di beberapa kota metropolitan di Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi dan uang yang beredar juga hanya berada di Kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makasar.

Pertumbuhan kota metropolitan seperti Jakarta memberikan effect domino pada kota-kota sekitarnya., iklim Kota Mataram yang sejuk dan beberapa tempat wisata yang menarik di Mataram menyebabkan masuknya pendatang dari berbagai macam daerah ke Kota Mataram. Pendatang yang masuk sebagian memiliki skill tinggi dan sebagian lagi tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi. Migran yang berskill tinggi masuk pada sektor formal dan memberikan dampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Migran berskill rendah masuk pada sektor informal seperti PKL tidak memberikan tambahan income banyak pada daerah, merusak estetika kota dan menimbulkan kemacetan kota.

Berdasarkan paparan diatas ada dua fakta yang perlu dicermati yaitu tumbuhnya sektor informal karena kondisi sektor riil Indonesia yang tidak kondusif sehingga menyebabkan banyak pabrik yang tutup dan menimbulkan pengangguran serta menjadi daya tarik sendiri bagi perantau. Kedua sebab diatas menyebabkan menjamurnya sektor informal seperti pedagang kaki lima di Kota Mataram.

Sebenarnya banyak sebab lain namun kenapa sebab tersebut yang diangkat?

  1. Karena sebab tersebut tidak dapat diintervensi oleh Kota Mataram karena kondisi tersebut berasal dari jangkauan dan kekuasaan lebih besar yakni fenomena global, krisis di Indonesia dan kesenjangan pertumbuhan kota-desa.
  2. Agar kita dapat melihat persoalan PKL dengan kacamata yang lebih integral dan memberikan solusi yang komperensif melihat berbagai pendekatan dan bidang. (bersambung.....)

APKLI KOTA MENGANUGERAHKAN GELAR BAPAK PENGGERAK EKONOMI KERAKYATAN KEPADA BAPAK H. MOH. RUSLAN WALIKOTA MATARAM