9 Januari 2011

PKL RIWAYATMU KINI

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.[1]

Persoalan PKL yang bermuara pada kemiskinan dan kesempatan kerja tidak terlepas dari konteks globalisasi, krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan kesenjangan pembangunan kota-desa di Indonesia. Dalam konteks globalisasi terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat negara maju dengan negara berkembang. Masyarakat negara maju (1/3 dari jumlah penduduk dunia) menguasai 80% sumber daya dibanding dengan masyarakat negara berkembang (2/3 dari jumlah penduduk dunia), akibat kesenjangan yang tinggi pembangunan yang diformulasikan dulu dinyatakan gagal karena pembangunan justru semakin meningkatkan penduduk miskin, pengangguran, ketidakadilan jender, penyakit menular, angka putus sekolah dan pencemaran lingkungan.

Menghadapi permasalahan global tersebut negara-negara berkembang dan negara-negara maju sepakat untuk merumuskan 8 tujuan pembangunan milenium atau yang dikenal dengan nama MDG (Milenium Development Goals). Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berikrar bahwa pada tahun 2015 akan:

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari satu dollar perhari.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang kelaparan.

2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua.

· Menjamin agar semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.

3. Mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan.

· Menghapus ketidaksetaraan jender dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan di semua tingkat pendidikan pada tahun 2015.

4. Mengurangi tingkat kematian Anak.

· Mengurangi dua pertiga dari angka tingkat kematian anak di bawah usia lima tahun.

5. Meningkatkan kesehatan Ibu.

· Mengurangi tiga perempat dari angka tingkat kematian ibu.

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain.

· Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran HIV/AIDS.

· Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran malaria serta penyakit menular utama lainnya.

7. Menjamin kelestarian lingkungan.

· Mengitegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program-program di tingkat nasional serta mengurangi perusakan sumber daya alam.

· Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum.

· Berhasil meningkatkan kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh pada tahun 2020.

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Namun setelah berjalan selama 7 tahun target MDG 2015 jauh dari harapan, Negara berkembang seperti Indonesia semakin sulit keluar dari kemelut kemiskinan, pengangguran bertambah besar, investasi yang diharapkan tak kunjung datang dan pencemaran lingkungan semakin meningkat.

Kebijakan perbankan domestic pun tidak mendukung iklim usaha sehingga uang menumpuk Rp 281 Triliun di Bank Indonesia. BI mencetak uang untuk membayar bunga uang deposito, keuntungan saham, dan berbagai macam portofolio lain. Sektor moneter mobilitasnya tinggi namun sector real berjalan di tempat. Fundamental ekonomi Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Sektor riil yang tidak didukung dengan kebijakan perbankan, kepastian hukum dan iklim yang kondusif untuk berusaha menyebabkan tutupnya berbagai macam usaha di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya didukung oleh konsumsi minus investasi. Konsumsi rakyat saat ini sebagian besar dicukupi oleh impor barang.

Karena perkembangan sektor moneter dan lalu lintas impor hanya berada di beberapa kota metropolitan di Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi dan uang yang beredar juga hanya berada di Kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makasar.

Pertumbuhan kota metropolitan seperti Jakarta memberikan effect domino pada kota-kota sekitarnya., iklim Kota Mataram yang sejuk dan beberapa tempat wisata yang menarik di Mataram menyebabkan masuknya pendatang dari berbagai macam daerah ke Kota Mataram. Pendatang yang masuk sebagian memiliki skill tinggi dan sebagian lagi tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi. Migran yang berskill tinggi masuk pada sektor formal dan memberikan dampak positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Migran berskill rendah masuk pada sektor informal seperti PKL tidak memberikan tambahan income banyak pada daerah, merusak estetika kota dan menimbulkan kemacetan kota.

Berdasarkan paparan diatas ada dua fakta yang perlu dicermati yaitu tumbuhnya sektor informal karena kondisi sektor riil Indonesia yang tidak kondusif sehingga menyebabkan banyak pabrik yang tutup dan menimbulkan pengangguran serta menjadi daya tarik sendiri bagi perantau. Kedua sebab diatas menyebabkan menjamurnya sektor informal seperti pedagang kaki lima di Kota Mataram.

Sebenarnya banyak sebab lain namun kenapa sebab tersebut yang diangkat?

  1. Karena sebab tersebut tidak dapat diintervensi oleh Kota Mataram karena kondisi tersebut berasal dari jangkauan dan kekuasaan lebih besar yakni fenomena global, krisis di Indonesia dan kesenjangan pertumbuhan kota-desa.
  2. Agar kita dapat melihat persoalan PKL dengan kacamata yang lebih integral dan memberikan solusi yang komperensif melihat berbagai pendekatan dan bidang. (bersambung.....)

APKLI KOTA MENGANUGERAHKAN GELAR BAPAK PENGGERAK EKONOMI KERAKYATAN KEPADA BAPAK H. MOH. RUSLAN WALIKOTA MATARAM